Bong Supit

Hampir dipastikan, setiap memasuki liburan sekolah seperti sekarang ini, bong supit atau sering disebut juru khitan kebanjiran pasien. Setiap kota yang mempunyai juru supit, seperti di Rumah Sakit, Puskesmas, maupun Klinik, setiap harinya tidak pernah sepi dari praktik ”mutilasi” burung yang hanya dikhususkan bagi pasien laki-laki ini. Tidak terkecuali dengan Yogyakarta yang sudah terkenal sejak dulu kala, sebagai primadonanya ”potong burung” seperti Bogem dan anak buahnya yang sudah praktik mandiri, selalu disibukkan dengan kehadiran para pasien. Mereka umumnya hanya menjadi pasien sekali seumur hidup dan rata-rata adalah anak-anak yang menginjak remaja (akil balig). Memang ada satu dua yang terkadang sudah memasuki usia muda atau bahkan stw alias setengah tua.




Klinik ”mutilasi” burung di Yogyakarta memang ada beberapa tempat yang terkenal. Selain salah satu tempat yang sudah terkenal, yaitu daerah Bogem, Kalasan, Sleman, daerah lain yang sekarang mulai ngetren adalah daerah Pundong, Tirtoadi, Mlati, Sleman. Jika di Bogem pada awalnya terkenal dengan model supit tradisional, maka supit atau orang Jawa mengistilahkan dengan sunat (tetak), di daerah Dusun Pundong ini terkenal dengan model sunat laser atau cotery. Sunat model baru yang hanya memakan waktu sekitar 5 menit ini ternyata salah satunya dipelopori oleh Suryono Suryo Husodo (45). Walaupun begitu, sunat model tradisional di tempat ini juga dilayani.

Seorang bapak berputra 3 orang ini berkisah kepada Tembi ketika sempat mewawancarainya, bahwa sunat model laser ini dikembangkan setelah beberapa kali mengikuti pelatihan sunat dengan berbagai model. Lalu ia berniat mengembangkan sunat model laser ini, karena memiliki beberapa keunggulan, seperti pengerjaan cepat (sekitar 5 menit), tidak berdarah, tidak sakit, dan cepat sembuh (sekitar 3-5 hari). Karena sedikit risiko inilah yang kemudian banyak orang tua yang memilih menyunatkan anak laki-lakinya kepadanya. Masih menurut penjelasannya, anak-anak yang habis disunat akan semakin cepat sembuh, apabila sering mengonsumsi telur ayam kampung karena banyak mengandung protein.

Para orang tua pasien jangan berpikir bahwa sunat model laser itu berbiaya tinggi yang mencapai jutaan rupiah. Sunat di Klinik Suryono Suryo Husodo ini relatif murah, karena tarifnya hanya sekitar Rp 250.000—Rp 350.000,- tergantung kelasnya. Tarif itu dipajang jelas di ruang tunggu dan dinding depan klinik. Di sana tertera jelas tarifnya, kelas I Rp 350.000,-, kelas II Rp 300.000,- dan kelas III Rp 250.000,-. Tidak ada biaya tambahan lain. Kejelasan tarif ini mungkin sebagai salah satu bentuk transparansi. Ternyata pembedaan tarif ini hanya berpengaruh terhadap jenis obat yang diberikan kepada pasien. Sementara jenis penanganan terhadap pasien yang sedang sunat adalah sama. Jenis obat yang diberikan kepada pasien, setidaknya ada 2 macam, yakni jenis anti biotik dan anti inflamasi.

Lelaki yang setiap hari bertugas di RSUD Morangan Sleman Bagian Bedah ini kembali menuturkan, bahwa beliau sudah melakoni menjadi bong supit sekitar 21 tahun lamanya. Sebelum membuka praktik sendiri, ia juga mengaku pernah ikut bergabung dengan Bong Supit Bogem (Bilal Suyaroh) selama 2 tahun. Sementara praktik di kliniknya ini buka setiap hari Senin—Sabtu mulai pagi jam 06.00—08.00 WIB dan sore jam 15.00—21.00 WIB. Pada hari Minggu buka non stop mulai pagi hingga malam. Di Kliniknya (yang sebentar lagi akan berpindah ke alamat baru di Dusun Bedingin, Desa Sumberadi, Mlati, Sleman) ini, ia dibantu oleh 2 dokter dan beberapa perawat.




Pada hari-hari biasa, ia hanya menerima pasien rata-rata sehari 2 orang. Namun, apabila memasuki liburan sekolah (seperti tahun ajaran baru, Lebaran, Natal dan Tahun Baru) minggu pertama liburan, pasien sehari rata-rata mencapai 20 anak. Kebanyakan pasien berasal dari wilayah Yogyakarta. Namun kadang-kadang ada pasien luar kota saat berlibur ke Yogyakarta menyempatkan diri untuk sunat. Menurut pengalaman Pak Suryono, begitu panggilannya, yang pernah menjadi Juara II sebagai tenaga teknis pada tahun 1998 ini, ia juga pernah menangani pasien yang usianya sudah menginjak dewasa atau setengah tua. Umumnya mereka adalah dari Persatuan Tionghoa Muslim Indonesia (PTMI), dan beberapa pasien luar negeri seperti dari Jepang dan Pilipina. Jadi, memasuki liburan sekolah seperti sekarang ini, jangan heran apabila kliniknya selalu dipenuhi pasien, baik pagi, siang atau malam, silih berganti, seperti ketika Tembi datang ke tempat praktiknya.

Anda ingin mengitankan putra Anda ke Klinik Suryono Suryo Husodo? Alamatnya mudah dijangkau, yakni di Dusun Pundong II, Desa Tirtoadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, dengan nomor telpon (0274) 7400 949/436 4195. Jika Anda hendak ke sana, bisa ditempuh lewat jalur Ring Road Utara Yogyakarta, tepatnya utara perempatan Jalan Magelang Ringroad Utara sebelum Terminal Jombor ada jalan aspal kecil ke arah barat hingga perempatan pasar Cebongan. Dari perempatan ini, terus ke barat hingga pertigaan yang di tengahnya ada pohon beringin, lalu ke arah selatan (ke kiri) hingga pertigaan lagi (juga ada pohon beringin). Dari pertigaan ini ke arah kanan sekitar 500 meter, kemudian tibalah ke Dusun Pundong II.

Sumber: Tembi

Benarkah sunat pria bermanfaat?


TANYA  : Apa benar laki-laki perlu melakukan sunat dari segi medis? Saya merasakan ada banyak pro dan kontra tentang sunat di media massa. Saya ada pernah membaca bahwa WHO juga ada menyatakan sunat bisa melindungi dari AIDS, dan juga ada yang mengatakan sunat penting untuk kebersihan dan kesehatan penis, bisa melindungi dari kanker penis atau kanker mulut rahim, sehingga menganggap sunat benar-benar perlu dilakukan.
Tapi saya juga pernah membaca ulasan yang menjelaskan manfaat dari preputium, meskipun jarang sekali ada ulasan seperti yang ini di media massa. Bagaimana dengan penjelasan dari dokter sendiri? Apakah dengan merawat dan menjaga kebersihan badan tidak cukup untuk kesehatan penis? Apa sosialisasi tentang cara pembersihan penis yang benar tidak lebih baik dari pada menganjurkan operasi sirkumsisi?
Terima kasih sebelumnya untuk penjelasannya.
Freddy (26 Tahun)
JAWAB : Benar ada pro dan kontra mengenai sunat, apalagi yang dikaitkan dengan pencegahan HIV/AIDS. Memang pada tahun 2007 WHO dan UNAIDS menyelenggarakan konsultasi pakar internasional yang kemudian merekomendasikan bahwa “sunat pada laki-laki harus diakui sebagai suatu intervensi penting tambahan untuk mengurangi risiko infeksi tertular HIV”.
Tetapi, tampaknya mereka lupa bahwa studi yang dilakukan oleh UNAIDS sebagian besar di Afrika di mana kejadian HIV tinggi, sebagian besar pria tidak disunat, dan penularan terutama melalui hubungan hetersoseksual. Karena itu The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat  telah mengeluarkan pernyataan bahwa sirkumsisi tidak mengurangi risiko penularan HIV di antara kelompok homoseksual. CDC juga menyatakan bahwa keputusan untuk merekomendasikan sirkumsisi sebagai tindakan resmi untuk pencegahan HIV masih belum final
Bahkan muncul pula artikel di Jurnal of Urology April 2005 yang menyebutkan bahwa sunat mengurangi kepuasan seksual karena ketika kulit penutup kepala penis (preputium) dipotong berarti banyak serabut saraf sensoris yang sangat peka rangsangan seksual ikut hilang terbuang.
Dari segi kesehatan, hanya pada keadaan phimosis yang merupakan keharusan dilakukan sunat. Masalahnya, pada keadaan phimosis, di mana preputium tidak dapat ditarik ke belakang, terjadi penumpukan bahan kelenjar yang disebut smegma. Penumpukan ini dapat mengakibatkan infeksi penis, bahkan kanker. Tetapi kalau preputium dapat dibuka sehingga kepala penis dapat dibersihkan setiap saat, maka urusan kebersihan bukan menjadi masalah.
Sumber: Kompas

Anak-Anak Khitan di Bogem



Setiap liburan sekolah, anak-anak usia SD, bahkan beberapa usia SMP, yang belum dikhitan pada memanfaatkan waktu liburnya untuk khitan. Di Jogja, salah satu tempat untuk khitan atau supit yang terkenal adalah di Bogem. Wuih, dari namanya saja sudah serem, yakni Bogem, akan tetapi ini hanyalah nama daerah yang berada di Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Tepatnya Juru Supit Bogem.

Sebenarnya, ada saja yang khitan tidak bertepatan dengan liburan sekolah, namun ketika liburan sekolah jauh lebih ramai. Sebagaimana liburan sekolah tahun ini, tempat khitan yang didirikan oleh Alm. Raden Ngabehi Noto Pandoyo sejak tahun 1939 ini juga dipadati pengunjung. Tidak hanya anak-anak dari Daerah Istimewa Yogyakarta, bahkan yang dari luar kota juga banyak. Tempat khitan yang berada persis di sisi utara Jalan Solo – Jogja KM.16 itu semakin dipadati pengunjung karena ternyata yang mengantar anak-anak yang khitan itu tidak hanya orangtuanya; ada yang diantar kakek-neneknya, pakde-budhenya, bahkan ada yang diantar para tetangganya.


Agar pada saat datang ke tempat khitan sang anak tidak menunggu terlalu lama, biasanya beberapa hari atau sehari sebelumnya orangtuanya atau keluarga sudah mendaftar untuk khitan pada hari yang diinginkan. Pada saat datang, keluarga tinggal mendaftar ulang, setelah itu anak yang akan dikhitan dipakaikan sarung dan dilepas celana dalamnya, kemudian duduk di deret kursi antrian untuk memasuki ruang khitan. Urutan dipanggil ini sesuai dengan nomor daftar ulang ketika datang ke tempat khitan.





Pada saat memasuki ruang khitan tidak satu per satu anak dipanggil, akan tetapi langsung beberapa anak secara berkelompok. Ketika sang anak memasuki ruang khitan, keluarga menunggu di luar ruangan. Tidak lama kemudian, setelah anak selesai dikhitan, keluarga dipanggil dari pintu yang lain untuk memasuki ruang istirahat sementara setelah anak dikhitan. Di ruang inilah anak-anak berbaring di dipan-dipan yang tersedia. Dengan sukacita masing-masing keluarga menemui anaknya yang dikhitan. Lalu, ada petugas yang menerangkan kepada seluruh keluarga yang hadir di ruangan itu tentang bagaimana caranya merawat dan mengobati anaknya yang telah dikhitan.

Sumber: Akhmad Muhaimin Azzet