Bogem aselinya adalah bong supit (juru khitan, sunat, bengkong) kenamaan di daerah Prambanan – Jawa Tengah. Pelanggannya banyak sehingga mereka buka cabang dimana-mana, termasuk Jakarta.
Tanggal 19 Juni lalu, sekitar jam 03:00 saya sudah berada di jalan PKP/Kiwi no 1A Kelapa Dua Wetan Ciracas. Sebetulnya saya siapkan potret untuk kenang-kenangan, misalnya mengabadikan alamatnya, suasana penyembelihan (serem). Namun gara-gara parkirnya sudah sesak (jam 3:30 dinihari), saya sempat berkutat berapa lama dengan mas Parkir. Maksudnya sih agar jangan mengganggu lalu lintas sekitar bengkong (juru supit). Harap maklum liburan anak sekolah biasanya diisi oleh khitanan.
Betul saja, waktu saya masuk ruang tunggu ternyata Gilang sudah di panggil. Hanya ayahnya yang tadinya gagah kepingin mengabadikan sang putra, kini dia merasa mual.
Tadinya dia “aksi” bilang ke istrinya agar jangan mengusik kami pakdenya. “Masak sedikit-sedikit minta tolong Pakde dan Bude, malu lah..”
Ketika azan subuh dikumandangkan. Gilang sudah berbaring diruang recovery.
Berkali-kali kedua orang tua Gilang mencoba mengabadikan pakai HP. Tapi gagal lantaran lampu penerangan di ruang recovery yang temaram HPnya macet. Dan tidak sia-sia saya selalu mengantungi kamera kemana pergi. Kali ini kamera beraksi, cekrak-cekrek.
Saya saksikan gilang dan temannya nampak santai, sumeleh. Tidak nampak ketakutan atau kesakitan diwajahnya. Bahkan ada teman se-kloter sudah mengiba mamanya untuk bisa main bola setelah sunat ini.
Setelah ada enam anak dari kloter gilang dibaringkan, bong supit menjelaskan obat bubuk untuk di taburkan pada luka (hanya kalau berdarah), lalu obat penghilang rasa sakit kalau nanti efek bius sudah hilang. Dan pelbagai nasihat – untuk tidak mandi selama dua hari (diseka air saja). Bahkan didemonstrasikan cara menggunakan panti liner sebagai pembalut luka. Seperti lagu dangdut ..Teganya..teganya
Kepada Gilang, mengingat tubuhnya yang tambun diminta datang dua hari mendatang. Bong supit bilang, penisnya kecil (saya kepikiran akan usul ke salon mak erot), mungkin hasil salon supit tidak maksimal. Belakangan saya tahu bahwa kekuatiran akan penis kecil sementara boleh disingkirkan. Gilang tetap normal.
Lalu saya ingat pada 14 Nopember 1966, bersamaan dengan uang kita di sunat dari 1000 rupiah menjadi satu rupiah, maka secara rombongan saya dikirim ke poliklinik Brimob untuk menjalani salon khusus pria.
Sakitnya – ampun ampun. Dua kali suntikan bius tidak berefek seperti diharapkan. Bukan saya yang kebal, tetapi harap maklum, jaman perang konfrontasi dengan Malaysia, semua serba darurat dan miskin. Obat-obatan kadaluwarsapun dijeksikan kepada pasien. Ketimbang tidak ada.
Sebulan saya tidak bisa sekolah sebab terjadi infeksi. Begitu juga ketika anak bungsu saya disunat, dia nampak menderita dan memakan waktu penyembuhan sampai lebih dari dua minggu. Lha kok ini bisa berbeda sama sekali.
Tapi – kepada orang tua Gilang saya tanyakan, apa sih alasan mendasar menggunakan jasa salon “lelaki” Bong Bogem.
Pertama, selain prosedur kerja yang cepat, maka nilai “non alamiah” – yang ingin dicapai adalah banyak alumnus salon ini bisanya sebagian besar sukses di kehidupan. Jadi mengapa tidak berharap doa sang bongsupit yang manjur.
ALAMAT
Bong Supit Bogem
Jalan PKP no 1A Kelapa Dua, Ciracas, Jakarta Timur.
Sumber: Mimbarsaputro