PADA sebuah dinding makam di Saqqara, Mesir, jang diduga berasal dari tahun 2400 sebelum Masehi, terdapat lukisan jang menggambarkan seorang anak laki-laki jang berdiri dibelakangnja, sedang seorang pendeta membungkuk didepannja, siap melakukan operasi. Konon operasi djaman purba itu dikenal di Indonesia dan hampir diseluruh dunia sebagai penjunatan atau pengchitanan. Asal-usulnja tidak djelas tapi dalam peladjaran ethnologi sering disebutkan bahwa penjunatan adalah sebagian dari tradisi, diperkuat dalam upatjara jang meresmikan bahwa seorang anak laki-laki dinjatakan sjah sebagai laki-laki dewasa dengan hak dan tanggung djawabnja. Bagi orang Jahudi, tradisi ini merupakan pemenuhan djandji jang terbuhul antara Tuhan dan Abraham, perintah pertama dari Pentatauch jang menjebutkan bahwa setiap anak laki-laki harus disunat. Demikian penting arti upatjara ini hingga Pythagoras jang kesohor itu harus menjerahkan dirinja untuk disunat sebelum ia diidjinkan beladjar dibalik dinding tjandi-tjandi Mesir Purba. Dan demikian penting pula artinja di abad ini, hingga bangsa-bangsa jang tidak punja tradisi sunat seperti Indo-German dan Mongol, sekarang mulai membiasakan operasi ketjil itu pada anak-anak mereka. Ini dilakukan mereka semata-mata demi kesehatan. Reparasi. Mungkin karena alasan jang sama Pak Notopandjojo jang terkenal sebagai Bong Supit atau ahli sunat (supit artinja sunat) dari Jogja, telah meremadjakan tempat prakteknja mendjadi klinik berkapasitas 10 tempat tidur dengan mutu kebersihan rumah sakit kelas satu. Bila dukun sunat ditempat lain baru berpraktek kalau ada panggilan maka djuru sunat jang tidak pernah mendapat pendidikan universitas ini djustru menunggu pasien datang kekliniknja, bagaikan seorang dokter. Walaupun klinik itu terletak diluar kota Jogja, tapi orang datang dari berbagai pendjuru ketempat jang memakai papan nama bertuliskan: Djuru Supit "Bogem". "Kalau dari Djakarta itu sudah biasa", kata Notopandjojo. "Tetapi ada djuga jang dari Lombok, chusus datang untuk reparasi, karena kurang puas dengan hasil pemotongan dari djuru supitnja dulu". Begitu terkenal dan terpertjaja dia, hingga orang dari kalangan rakjat biasa ataupun dari kraton menjerahkan bulat-bulat anak mereka untuk dioperasi oleh tangannja jang dingin itu. Sponsor. Karena tangan dingin itu barangkali, bukan sadja djuru sunat, mungkin dokternja tidak akan mampu bersaingan dengan Pak Noto. Bukan sadja terkenal, tapi djuga ia mendapat berbagai tanda penghargaan untuk prestasinja sebagai djuru supit. Dari bekas Menteri Agama K.H. Saifuddin Zuchri ia menerima satu piagam jang sangat besar, berdampingan dengan satu lukisan potret dari pelukis Sapto Hudojo jang dititipkan padanja sebagai kenang-kenangan. Koresponden TEMPO di Jogja tidak menjebutkan penghargaan apa sadja jang diterimanja dari kraton, tapi jang djelas bila ia dipanggil oleh mereka, Notopandojo harus repot dengan segala tetek bengek. Karena baik kraton Jogja maupun Solo mengharuskan djuru sunat itu mengenakan surdjan, keris, blangkon sarung dan atribut-atribut tradisional lainnja dalam melaksanakan tugas potong memotong. Tapi anak-anak Jogja, ataupun anak-anak desa sekitarnja, akan datang sendiri keklinik. Biasanja mereka bersepeda dan kalau pemotongan jang dilakukan Bong Supit bisa dianggap selesai, maka dihari jang sama mereka pulang dengan bersepeda pula. Begitu baiknja operasi jang dilakukan pak tua itu, hingga naik sepedapun anak-anak tidak merasa njeri. Keahlian jang ditjapai Pak Noto sekarang adalah wadjar kalau diingat bahwa ia telah buka praktek sedjak tahun 40-an. Anak lurah Tulung jang berputera 9 orang ini, adalah bapak jang simpatik, mengerti berbagai istilah Inggeris dan Belanda, djuga mengikuti perkembangan dunia. Kehidupannja tidak hanja terbatas pada potong-memotong dan balut membalut. Kegiatannja jang terachir mengedjutkan djuga karena ia telah mentjeburkan diri dalam bidang showbiz dan bertindak sebagai sponsor sandiwara radio berbahasa Djawa jang disiarkan melalui studio Jogja. Sponsorship Notopandojo meliput uang sebesar Rp. 10.000, suatu djumlah jang boleh djuga untuk reklame satu klinik dengan papan nama bertuliskan: Djuru Supit "Bogem".
Sumber: Tempointeraktif